Wednesday, May 15, 2013

Saya punya semacam penyakit. Penyakit yang tidak serius walau kronis dan sekaligus menjadi hobi saya juga, secara sadar atau tidak. Penyakit tersebut adalah pigeonholing. Yang dimaksud dari pigeonholing disini adalah mengkotak-kotakan, mengklasifikasikan, atau mengkategorikan sesuatu.

Awalnya berawal dari majalah musik Rolling Stone pertama saya, edisi 500 album terbaik selama 50-60 tahun kebelakang (waktu itu sekitar tahun 2000-an). Selain terekspos dengan band dan musisi yang berbagai jenis, saya disuguhkan dengan istilah-istilah genre untuk musisi-musisi tersebut, ditambah juga dengan bagaimana penulis mendeskripsikan bagaimana sound dan berbagai cerita dari 500 album tersebut itu.

Contoh awal penyakit saya ini: di tulisan tentang album David Bowie "The Rise and Fall of Ziggy Stardust and The Spiders From Mars", deskripsi tentang bagaimana Bowie turut menciptakan genre musik yang disebut Glam rock membuat saya terpukau. Terpukau sampai saya mencoba membayangkan bagaimana sound Glam rock, membayangkan warna apa yang tepat, jika sound adalah warna. Dan entah yang muncul waktu itu adalah warna biru elekrik plus hijau toska di bayangan saya.

Penyakit ini merambah seiring waktu, saya jadi penasaran dan mulai membuka setiap artikel wikipedia yang ada tentang genre-genre musik. Space rock, art rock, protopunk, postrock, dan lain-lain.

Tanpa sadar, saya jadi punya fetish dengan istilah dan kategori. Dengan konteks genre-genre yang ada di musik.

Masuk ke dunia perkuliahan, ternyata penyakit ini bermutasi: yang berawal musik, sekarang saya berpindah ke ideologi. Isme-isme yang ada di dunia menjadi fetish baru saya.

Well, tentu penyakit ini memiliki sisi buruk.. Terkadang mengkotak-kotakan sesuatu bisa sangat salah karena hal yang dikotak-kotakan itu belum tentu hanya masuk ke dalam satu kategori. Dan seringnya, mengkotak-kotakan sesuatu terutama dalam ideologi dan political science bisa mengundang bahaya personal. Mata, baik bola mata atau mata hati dan pikiran, bisa dibutakan oleh 'kotak-kotak' ini.

Sisi positifnya? Banyak waktu kita dituntut untuk mengkategorisasikan hal-hal agar bisa lebih mudah dimengerti. Gampang saja: Sains misalnya. Sains mengharuskan kita untuk mengklasifikasikan macam-macam hal. Mungkin itu spesies, jenis senyawa kimia, periode sejarah, dan banyak lainnya. Juga dengan mencari tahu kategori-kategori tertentu, seperti genre atau ideologi, kita bisa belajar sejarah dibalik kategori-kategori tersebut.

Kembali lagi, terkadang ini menjadi senjata makan tuan. Bukannya memudahkan kita untuk mengerti, kita malah terjebak dalam elitisme slogan dan istilah.

Akhir-akhir ini saya terjangkit penyakit tidak penting yang baru dan saya rasa penyakit baru ini (secara kebetulan!) turut menyeimbangkan pengaruh buruk penyakit pigeonhole saya ini.

Jika saya tertarik dengan sekelompok band atau seorang musisi, saya bisa menghabiskan waktu yang lama dengan menonton video atau membaca artikel interview band/musisi tersebut.

Karena saya penasaran dengan cara pikir mereka, terutama tentang hal-hal yang tidak berhubungan dengan lirik yang mereka nyanyikan.

Kebetulan sekali semakin banyak saya menemukan musisi/band yang justru sangat tidak terpaku dengan konsep pigeonhole ini. Pandangan mereka akan musik sangat lebih organik, natural, dan tidak mengkotak-kotakan seperti saya. Dan entah pandangan mereka ini juga termanifestasi kedalam pandangan mereka tentang kehidupan, dunia, budaya, bermacam-macam hal.

Menurut saya cara pandang seperti itu sangatlah indah.. karena menyadari perbedaan-perbedaan, dan menerimanya dengan jujur apa adanya, bukan dengan kebencian, sangatlah mulia..

Yah, mungkin kalau musik, masih ada yang namanya 'selera' yang kalau memang tidak suka ya tidak suka.

Semakin kesini saya semakin belajar untuk menerima perbedaan. Empati. Saya ingin sekali belajar untuk berempati.

Semoga penyakit saya ini tidak menghambat pembelajaran saya kelak.

Tuesday, May 14, 2013

Karena Kau Akan Lupa Sebentar Lagi



 Pernahkah kau merasa
Jatuh cinta tanpa ‘siapa’
Atau ‘apa’

Seperti surga tanpa dunia
Tuhan tanpa Agama

Seperti lukisan tanpa pelukis
Rasa tanpa panca indera
Atau mimpi tanpa diri yang terlelap

Coba saja kau deskripsikan ini
Keindahan tanpa manifestasi

Perasaan yang begitu menggebu-gebu
Menyusup ke bilik kosong di bagian kiri dadamu
Nostalgia dan euforia

Dan seakan kau tahu
Bahwa —entah sesuatu— ini akan hilang
Mungkin setelah kau terbangun esok pagi
Atau beberapa jam lagi

Galau katamu?
Ah, ini terlalu sehat untuk itu
Kau merasa lebih hidup daripada sang binatang jalang
Saat dia menerjang peluru dan luka disekujur badan

Mati gajah meninggalkan gading katanya
Hanya kali ini sang gajah enggan untuk mati
Dan ia hidup melampaui gadingnya sendiri