Tuesday, September 23, 2014

Menolak #MenolakLupa: Sebuah Catatan dari Generasi Tanpa Nama


“Masa kini lahir dari rahim masa lalu”

Sebuah ungkapan yang saya dengar saat saya berada di sebuah kedai di bilangan Pejaten.
Logikanya sederhana—kita semua sudah tahu dan mengerti artinya dari awal tanpa harus menemukannya dalam bentuk ungkapan, quotes, atau kalimat-kalimat motivasional bijak ala ‘Jalan Keemasan’ yang teguh.

Dan itulah mungkin yang kita, sebagai sebuah kesadaran kolektif, masih terus tak bisa selesaikan. Kita masih bergulat dalam pikiran kolektif kita, mencari pembenaran, kebenaran, dan keadilan atas masa lalu kita bersama.

Seperti bayi yang setelah lahir mencari tahu siapa ibunya. Mencari mengapa dan bagaimana Ia bisa terlahir menjadi seperti dirinya sekarang—mencari akarnya.

Namun sang bayi juga tentu harus sadar. Bahwa dengan lahir berarti Ia juga ‘memisahkan’ diri dari sang rahim yang melahirkannya.

Saya lahir sebagai bagian dari generasi yang sering mereka sebut sebagai generasi Millenial. Generasi yang lahir seiring dengan salah satu perubahan di dalam sejarah Indonesia.

Yang tak turut serta membuat perubahan di saat itu; yang tak bisa yakin apakah merasakan perubahan-perubahan yang muncul atau tidak.
Udara yang kami hirup mungkin sudah berbeda dengan kalian, generasi sebelumnya—dan perubahan yang kalian bangun pun kita hirup mentah-mentah dari udara. Mungkin dibanding yang sebelum-sebelumnya, kamilah yang paling ‘terima jadi’.

Sedikit dari kami yang tahu soal 1965 jika tidak ada ‘The Act of Killing’. Sedikit dari kami yang tau soal mereka yang hilang, jika bukan karena musik-musik kontemplatifnya Efek Rumah Kaca. Sedikit dari kami yang tahu, bahkan mencari tahu siapakah mereka elit-elit yang kita anggap sebagai ‘pemimpin’ —yang selalu memakai hak suara kita semua sebagai properti-properti panggung kekuasaan mereka.

Karena mungkin, di satu sisi, kami hanya terkena ampasnya. Ampas dari apa yang kalian pernah lalui. Kami pun tak pernah benar-benar merasa terikat dengan apa yang kalian selalu ingin tolak untuk lupa. ‘Menolak Lupa’ menjadi sebuah inisiatif yang kami setengah hati untuk berkecimpung di dalamnya. Diantara kamipun yang ikut menyuarakannya, jatuhnya seperti anak kemarin sore yang sekedar ‘ikut-ikutan’.

Masalah kita adalah masalah lama; masalah sejarah yang belum ada juga progresnya. Dengan para aktor-aktor panggung politik sekarang yang masih didominasi oleh pemain-pemain lama. Mereka yang menjadi bagian dari perlawananpun (seperti inisiatif semacam Menolak Lupa) tak “beda” dengan apa yang mereka lawan — dua sisi dari satu koin sejarah yang tidak berprogres.

Dan apa yang kalian bisa petik dari generasi kami tentang hal tersebut?

Bahwa kami adalah generasi yang kosong. Kami tidaklah yang lama, tidak juga yang baru.
That we’re not a part of those who’re against the old establishment. Yet, we’re not them neither—who goes for something new.

Kami bukanlah bagian dari yang ingin meruntuhkan tiang fondasi lembaga-lembaga yang sudah busuk. Kami juga bukan bagian dari Mereka yang akan membangun fondasi-fondasi yang baru —yang akan meneriakkan kepada yang sebelum-sebelumnya: ‘persetan kalian semua!’ dengan lantang sembari menancapkan tiang-tiang baru tersebut.

Mereka, yang akan memutuskan tali pusarnya tanpa mengacuhkannya. Mereka yang menolak untuk Menolak Lupa —yang bukan berarti tidak paham akan rahim masa lalunya. They, who’ll bring themselves up not against something, but to go for something—something new, something else, and better.

Catatan ini bukanlah ajakan untuk membenarkan kejahatan-kejahatan yang sudah dilakukan di negeri kita. Kejahatan yang ingin dilawan oleh kalian yang menolak untuk lupa.

Catatan ini hanyalah gambaran tentang raungan ‘gema–dari–gema’ yang kosong yang mengisi sejarah kita saat ini.

Sebuah catatan dari generasi yang tak bernama.



10 Mei 2014

Thursday, September 11, 2014

Aku akan pulang cepat malam ini (karena kiamat datang esok pagi)


Berikut adalah sebuah cerita pendek yang tadinya ingin saya buat namun lalu menjadi sebuah lagu pendek dengan judul yang sama. lagu tersebut bisa didengarkan di link berikut:
https://soundcloud.com/mallakapost/aku-akan-pulang-cepat-malam-ini-karena-kiamat-datang-esok-pagi

Semoga berguna

***


Aku akan pulang cepat malam ini.

Dan akan segera kurapihkan mix-tape yang sudah aku buat khusus untukmu. Memutarnya di laptopku yang layarnya sudah retak dan kotor. Mencoloknya ke amplifierku, berhubung aku belum punya cukup uang untuk membeli speaker yang pantas.

Aku juga sudah beli tiga bungkus ayam kremes, satu untukku dan dua untuk kamu—walau aku tau kamu bisa makan dua bungkus lagi—juga dua gelas bubble tea kesukaanmu.

Dan saat kamu sampai, tepat di depan pintu aku akan menciummu. Kecupan kecil di bibir itu. Akan kupastikan ciuman itu penuh akan cemburu pada jarak dan waktu. Kamu tahu aku jarang mengucap rasa rindu dan kamu tak pernah pertanyakan itu.

Akan kuambil tasmu dan membiarkanmu duduk di sofa dan menikmati santapan malam terakhirmu. Aku akan memperhatikan kamu melahap ayammu itu sampai ke detil-detilnya—kremesan yang menyangkut di pinggir bibirmu dan akan ku tertawakan mulut blepotanmu itu.

Lalu kita akan sedikit berdansa. Lagu yang terpasang adalah lagu-lagu aneh yang mungkin kamu tak mengerti kenapa aku pilih untuk dimasukkan kedalam playlist mixtape itu. Tapi kamu tak mengapa dengan itu.

Kita berdansa, gerakanku canggung, sementara kamu lebih luwes. Kita berdansa seperti dua orang yang mabuk dan kegirangan mendengar lagu-lagu ballad Guruh dan gipsy-gipsynya—namun terlalu letih untuk berlompat-lompat.

Dan sampai akhirnya alunan lagu semakin melambat, kamu akan terus membiarkanku memelukmu. Menghirup tengkuk lehermu sembari terus berdansa kecil. Meski aku tau kamu sudah sangat letih.

Waktu akan berhenti beberapa jam lagi. Sebelum Pagi kembali, kita sudah merebut semuanya dari Semesta. Tak ada yang lebih penting dari ini. Tidak berakhirnya dunia, tidak hancurnya peradaban manusia, tidak berhentinya sejarah.



Kita akan berhasil membuat akhirat dan mereka semua cemburu.

Freak Magnet

I'm a freak-magnet. I attract Freaks.

Freaks, dalam artian orang-orang aneh. Bukan aneh dalam arti orang yang seru, kocak, gajelas. Lebih seperti aneh yang tak sesuai konformitas. Yang punya cerita di balik penampilan biasa mereka.

 'Aneh' adalah sebuah kata yang sulit. Aneh untuk saya, mungkin tidak aneh untuk mereka.

Seperti kata seseorang dari Bedlam yang saya tak ingat siapa namanya

"They call me mad. I call them mad. But I'm outnumbered."

Semakin kesini saya semakin yakin dengan kemampuan saya menarik freak-freak yang ada di lingkungan saya. Banyak yang akhirnya menjadi teman dekat saya semasa kuliah (yang sayangnya lebih tua daripada saya dan mereka lulus duluan) termasuk dalam kategori freak ini. Seringnya, dengan mahluk-mahluk tersebut, saya tak tahu bagaimana awalnya bisa jadi kenal dan berteman.

Baru-baru ini lagi-lagi magnet saya bekerja. walau melalui social media, saya akhirnya ketemuan dengan orang yang saya tak kenal di sebuah kafe. Waktu itu tujuannya adalah untuk sebuah projek yang akan saya laksanakan tahun depan. Dan dari yang ada, dari yang tertarik, orang yang mengkontak saya dan tertarik dengan projek ini, ternyata juga termasuk kategori freak ini.

yah paling tidak, Ia sepikiran dengan saya akan banyak hal.

Sekarang saya sedang bertaruh dengan diri saya sendiri. Saya membayangkan dengan keras, sebuah sosok-seseorang, yang akan tertarik dan berperan penting dalam projek kecil saya nanti ini.

Cukup hanya dengan membayangkan sosoknya saja. Bahkan tidak tahu mukanya seperti apa. Saya akan mencoba menarik orang ini kedalam hidup saya.

Jika ini berhasil dan saya benar-benar menemukan orang tersebut, paling tidak tahun depan....

maka legit sudah freak magnet ini.

Let's see what'll happen.

Stimulations

Stimulations

What I crave
What I yearn
and long for

a person, people
that would just strike the match
and let me burn

in the head
in the heart

let them be street bums
professional losers
the misfits and the beaten
the defeated

all I want is burn
and burn
and burn