Monday, August 4, 2014

DIfferent Sides of The Same Coin? "The Golden Age Thinking and Doomed Generation Thinking"

"Musik tuh harusnya kayak gini"

"Jaman sekarang udah nggak ada musik yang sekeren ini"

"Coba gue lahir di jaman/tahun XXan"

   adalah komen-komen yang sering kita temukan di halaman video musik yang ada di Youtube. Woody Allen, dalam filmnya "Midnight in Paris", melalui mulut salah satu karakternya yang cocky pseudo-intellectual itu menyebutnya sebagai 'The Golden Age thinking'. Sebuah pikiran dimana jaman sebelum kita itu lebih menyenangkan daripada sekarang. Bahwa masa lalu adalah 'masa kejayaan'.

Mungkin kita semua pernah terkena sindrom itu. Pernah atau mungkin masih. Suatu hari saat saya sedang melamun dan membayangkan ide dari Golden Age thinking ini, saya sadar bahwa mungkin kalau saya lahir di tahun 80an pun, saya tak akan puas dengan jaman tersebut.

Hal ini tak cuma berlaku untuk musik saja tentunya. Ada juga yang suka berandai kalau di jaman dulu saat tak ada social media, chatting, dan lainnya itu lebih baik. Juga hal-hal lain diluar musik dan komunikasi.

Karena berpikir seperti ini ...sangatlah mudah. 

Zaman akan terus berubah DAN tetap sama. Mungkin karena kita suka tertukar antara Progres dan Perubahan (atau Kecepatan dari Perubahan?). Banyak barang baru, cara-cara baru, hanya untuk mencapai hasil yang sama dan mungkin tak lebih baik dari sebelumnya.

Perubahan-perubahan yang ada disekitar kita, karena banyak dan cepat mungkin membuat kita kewalahan. Membuat kita lupa untuk berhenti sejenak dan diam. Berkontemplasi. Merenungkan semuanya.

Dengan merenungkannya, kita melihat masa kini tanpa mengagungkan masa lalu. Mungkin, dengan merenung justru kita malah menatap masa depan dengan lantang, bukan mengelu-elukan 'masa kejayaan' yang sudah lewat tersebut.

Disisi lain, yang saya baru-baru ini sadari... adalah mereka: The Doomed Generation thinkers, yang muncul dari hasil perenungan-perenungan tentang yang terjadi di masa kini.

Doomed Generation thinkers adalah mereka yang mengobservasi, merenungkan, menyerap generasinya sendiri dan entah bagaimana menggambarkan dan melambangkan apa yang terjadi di masanya itu.

Contoh yang bisa saya ambil adalah Dr. Hunter S. Thompson. Seorang penulis/wartawan Amerika yang aktif dari tahun 60an- 2000 awal. Salah satu karya yang Ia hasilkan, adalah mengenai bagaimana konsep "American Dream" telah mati dan membusuk.

Bukan, Ia bukan mengagungkan 'American Dream' di masa sebelumnya dan bilang kalau sekarang itu telah mati. Ia lebih seperti menggambarkan apa yang terjadi di generasinya, dimana konsep seperti 'American Dream' itu tidak berakhir sesuai dengan narasi yang diumbarkannya. That most things went wrong instead.

Atau seperti bagaimana juga Ia melambangkan akhirnya sebuah masa/generasi, yang kita tahu sebagai Flower Generation. Counter-culture yang penuh akan seni dan musik, pemikiran, kebebasan, and hell a lot of drugs. Dan bagaimana 'bunga' itu akhirnya layu...

Kita bisa melihat bahwa 'Golden age thinking' dan 'Doomed generation thinking' itu berbeda, namun entah bagaimana seperti berada di sisi koin yang sama.
Yang satu berkata bahwa masa kini itu payah dibanding masa lalu yang lebih wow. Yang satu lagi, seolah mengatakan bahwa masa kini (yang optimis bergerak menuju masa depan) ternyata pada akhirnya akan berakhir dengan buruk, dan masa depan menjadi serba ambigu dan tak jelas.

Menurut saya, every generation is a doomed generation. Setiap generasi punya bebannya sendiri. Dan mungkin memang butuh cara pikir dan paradigma tersendiri untuk menghadapi beban-beban tersebut, yang berbeda antar generasinya.

[Yang menjadi masalah (lain lagi), adalah ketika dua generasi yang berbeda berada di satu atap. Dan dua-duanya terlalu lelah untuk mencoba menyampaikan pengertiannya masing-masing ke yang lainnya.

terutama ketika dua generasi yang berbeda ini benar-benar memandang satu hal dengan lensa yang berbeda.]

"Keep moving forward," kata seorang tokoh fiktif bernama Don Draper. Seandainya Ia tak perlu menyembunyikan masa lalunya; seandainya Ia tak bisa yakin apakah hidup itu linear atau berputar atau lebih seperti jaring

apakah Ia akan tetap mengatakan hal yang sama?

Saturday, August 2, 2014

The Defeatist Turns

I'll try to write as true as possible.
Not that what I've wrote are lies. 
It was all true, but was it honest?

Honesty takes courage
like how  being naked   takes courage.
But to strip those layers of covers off to put away the burden and to let other people see the amount of covers that you had stripped
isn't the same with that courageous act
of letting yourself to be honest without any covers.

Like what some few men and women did, before me.
And those who surrounded me who are honest 
and I, lacking of some sort of bravery, to embrace them
And let them fell apart in the process.

Maybe I just
didn't love enough.
Because not loving enough is an act of cowardice
not loving enough are those who'll regret
And I, like them, regretted enough