Saturday, December 28, 2013

Re-boot the computer please

Salahkah untuk mempertanyakan hal-hal yang telah kita terima dengan mentah-mentah?

Awalnya, cukup dengan rasa muak.

Muak, juga capek, dengan menjadi seseorang yang punya 'Agama yang paling benar'.
Terlepas dari apakah saya penganut yang taat yang menjalani aturan-aturan dari agama tersebut atau tidak. Premisnya adalah 'Agama saya adalah yang paling Benar'.
Dan seringnya pemikiran tersebut membuat pandangan kita terhadap yang 'lain' menjadi... sedikit... Entahlah. Saya tak bisa menemukan kata yang cukup tepat dan sopan untuk menjelaskannya.

Sering saya berada di posisi dimana sekeliling saya merendahkan yang 'lain' dan saya tak bisa berkata apa-apa tanpa, mungkin, melukai perasaan orang-orang di sekeliling saya tersebut.
Merendahkan, karena walau tanpa bermaksud begitupun, dengan berada di posisi paling Benar maka yang 'lain' pun secara otomatis menjadi Salah atau paling tidak hampir Benar.

Sampai di poin dimana berada di posisi 'paling benar' menjadi memuakan.

Saya mulai berandai-andai:

jika kita adalah komputer dan agama adalah sebuah software. Software yang kita pakai untuk mengerti dunia ini dan cara kerjanya: purpose, awal dan akhir, surga-neraka, pahala-dosa.
Dan jika kita menghapus software tersebut —reboot ulang cara kita memahami semuanya.

Apakah kita tidak bisa tetap menjadi insan yang baik? Yang berbuat baik kepada sesama tanpa mengharapkan imbalan seperti surga atau menghindari berbuat buruk karena terancam oleh neraka?

Dan jika seandainya 'the Grand Narrative' atau 'Truth' dengan huruf 't' kapital memang tidak ada benarnya, apakah kita bisa menerima dengan dewasa dan menjalani hidup untuk saat ini apa adanya tanpa janji-janji/ancaman afterlife?

(Mungkin pertanyaan selanjutnya dari 'jika tak ada Truth dan afterlife' tersebut adalah pembenaran untuk pengabdian total kepada egoisme, jika bukan altruisme)

Bahwa mungkin surga dan neraka, jika memang benar adanya, bukanlah sedangkal sebuah 'tempat'. Bahwa pahala-dosa bukanlah semacam sistem poin, dimana jika kita melakukan A maka kita mendapat poin plus dan begitu sebaliknya dengan dosa.

Seorang kawan dekat pernah berbagi kepada saya sedikit bagian dari buku yang dibuat oleh Ayahnya untuk dia dan keluarganya:

"Most of people, most of the time, tend to act with intent. But universe doesn't act with intent. Goodness has no motive because all motives are based on Ego. So, you don't need to expect your kindness repaid by others. Good should just be done simply because it is good."

semoga semua tuhan-tuhan yang ada di bumi memberkati orang-orang sepertinya.