Sunday, February 22, 2015

Lucut

Manusia itu menyeramkan. Yang lebih menyeramkan lagi adalah hal-hal yang mereka lakukan atas nama sebuah label.

Masih banyak yang tak terima dengan embel-embel komunisme dan PKI. Ada yang sebegitu bencinya melihat seorang (kandidat?finalis?)Putri Indonesia dari Semarang yang memakai kaos berwarna merah dengan gambar palu dan arit di instagram perempuan tersebut. Sampai mereka berkoar-koar "Jangan sampai terulang lagi", "Tidak ada ruang untuk PKI", dan berbagai macam teriakan lainnya yang penuh akan kebencian.

Saya merasa sedikit... takut, dicampur dengan sedih dan muak. Mungkin kejadian diatas tidak lah segitu pentingnya. Paling cuma sensasi sesaat.

Tapi, bayangan dimana seorang individu bisa dilucuti dari segala kekompleksitasannya sebagai manusia, lalu dikerdilkan menjadi sebuah label. Dan dengan label itu saja sudah cukup untuk menjustifikasi segala perbuatan yang bisa dilakukan kepada individu tersebut...

meski setelah dipikir-pikir lagi itu adalah hal yang sangat natural yang kita selalu lakukan (dan saya sendiri adalah pigeon hole freak), tapi tetap seram jika dibayangkan seperti itu...



Yang saya bingung, yang berkoar-koar ini adalah orang Jawa juga. Mungkin harus diteliti lagi perbedaan dampak dari insiden 65 di tempat yang berbeda-beda. Tapi... untuk saya melihat kejadian ini, adalah seperti melihat seorang kawan melayu muslim sumatra yang berkoar-koar penuh benci setelah melihat seorang figur masyarakat memakai embel-embel kejawen.

Padahal mungkin tokoh tersebut memang sudah dari sananya dibesarkan dengan sudut pandang kejawen.

Belum lagi, kalau kembali ke soal 65-pki-komunisme, makin banyak diskusi-diskusi baik bentuk perbincangan maupun format lainnya seperti film yang menunjukan sisi lain dari insiden 65 tersebut.

Bahwa tidak semuanya itu Hitam dan Putih. Yang negara bantai saat 65 itu kebanyakan orang-orang yang 'dituduh' komunis.

Tambah lagi, mungkin kalau ditelusuri secara sosiologis, kejadian 65 itu bisa juga ditarik konklusinya sebagai konflik perebutan kuasa atas Tanah.

Intinya, banyak sisi yang bisa ditarik, yang kita tidak ketahui, dan yang memang disembunyi-bunyikan oleh pemenang sejarah.

Yang saya masih sedih saat melihatnya... adalah ke-bigot-an (nggatau yang bener nulisnya kayak gimana) kita di Indonesia.

Saya sadar—dan saya selalu menolak ketika ada yang bilang saya itu open-minded, karena—everyone is ignorant in their own ways. Everyone is a bigot for something. Istilahnya, saya ignoran/bigot untuk hal-hal yang menurut pandangan saya adalah hal yang ignorant/bigot.

Jadi satu sisi saya menerima itu. Tapi di sisi lain saya tetap merasa sedih. Sedih disini bukan merendahkan yang lain. Saya beneran merasa kayak... ditusuk, disedot life-juicenya, setiap saat melihat kejadian-kejadian seperti itu.

Cengeng memang. tapi ya mau gimana.

No comments:

Post a Comment